.quickedit{display:none;}

.

BAKMI'14 Berjuang Bersama Mengukir Karya Nyata

Kamis, 07 November 2013

Menata Hati (Cerpen ke - 2)



“Catatan Kecil Syira”

Terkadang cinta itu indah..
Hingga semua rasa tak pernah terucap..
Terpendam diam dalam sukma..
Mengikuti setiap rasa yang menghampiri..
Kadang cinta itu sakit..
Jika seseorang membuatnya terluka..
Menangis..
Bahkan membuatnya begitu menyayat hati..
Ketika cinta dipermainan begitu saja..

Hanya waktu yang tepatlah..
Agar dapat menata hati..
Menata hati yang telah hancur..
Agar dapat menyambut cinta yang baru..
Yang siap membuat kebahagiaan untuk cinta..
Memang tak mudah..
Untuk menata hati kembali..
Tapi cinta, pasti akan mampu melewatinya..
Demi mencari yang abadi..
Bersamanya, hanya dengannya..


MENATA HATI
Karya : Desi Eka Martuti

Cinta memang terkadang indah, membuat orang merasa terbang melayang ke atas langit ke tujuh. Tapi ketika cinta itu membuat kecewa. Jleebbb!!! Serasa terjun ke tumpukan paku dan duri. Sakiiitt brooo !!
Mereka menganggap cinta membawa bahagia, tapi tidak denganku. Setelah aku gagal mencari arti dari “cinta”.
“Eh, kamu kenapa diam saja? Jangan melamun, entar kesambet lho! “ suara Balqis membangunkan lamunanku.
“Eh, kamu… Udah datang? Mana Nada?”
“Itu, dia lagi ke kantin, biasa, modus mau ketemu Niko..”
Tak lama, suara bel pun berbunyi. Dengan malas, aku memasuki kelasku di XII Sains 1. Hari ini entah mengapa, aku begitu malas mengikuti pelajaran Fisika.
“Suuttt..sutt, kok si Syira mukanya kusut gitu sih?” tanya Melodi pada Syam.
“Nggak tau tuh, dari pagi dia cemberut terus, kenapa ya?”
“Nanti deh aku tanya waktu pulang sekolah.” Sambung Nada.
Siang ini begitu panas. Terik matahari begitu menyengat. Aku pun berhenti di sebuah kantin, karena kau merasa haus. Ku ketuk – ketukkan jemariku sembari menunggu pesanan minum yang aku beli. Tiba – tiba ada yang menepuk pundakku.
“Hey, kamu kenapa sih? Aku perhatiin dari tadi cemberut terus, manyun kaya bebek. Napa sih?” tanya Syam penasaran.
“Ih, jangan so’ perhatian deh, aku nggak apa – apa kok.” Jawabku cuek dengan mengambil minuman dari Mang Beben, bapak kantin yang paling akrab denganku.
“Ini Neng, minumnya.”
“Iya Pak, thanks ya.”
Mang Beben pun berlalu. Lalu Nada, Balqis, dan Melodi datang.
“Widiiihhh.. jajan nggak bagi – bagi nih!!” kata Melodi seraya menyerobot minumanku.
“Ciee.. Dari tadi kayaknya ada yang lagi cemberut nih, kenapa?” tanya Nada.
“Iya, aku lagi sebel!!” kataku sambil manyun.
“Si Riko semalem datang ke rumahku, dia bilang….. pingin balikan” sambungku.
“Apaaaa???!!! Siapa itu Riko?” kata Syam sambil menggebrak meja.
“Kamu nggak tau ya? Syira baru putus sama pacarnya. Namanya Riko. Mereka berbeda sekolah.” Ketus Balqis.
“Iya benar Syam. Sorry aku baru cerita, aku kesal padanya. Sumpah!!” kataku kesal.
Setelah berlama – lama dikantin, aku merasa terhibur dengan kehadiran mereka. Tapi berbeda setelah kami pulang dan aku hanya seorang diri menyusuri jalan yang menurutku begitu ramai ditemani dengan seplastik minuman yang tadi tak sempat ku minum.
“Seneng deh lihat Nada sama Niko, beda kelas, suka berantem, tapi mereka selalu ceria, bahagia. Nah aku? Ah…” batinku.
Seketika bayangan Riko memenuhi otakku. Teringat saat kami pertama bertemu. Begitu indahnya saat dia menjadi bagian hidupku yang tak pernah ku lupa. Selalu ada saat aku bersedih, selalu menghibur saat aku berduka, membuat hidupku merasa sempurna.
Namun itu dulu, saat kami masih bersama. Kini semua hilang. Melupakan cintanya selama dua tahun memang bukan hal yang mudah. Terlebih saat aku merasa sendiri seperti ini, bayangannya selalu saja menghantui. Semakin muak aku mengenangnya, ketika mengingat bahwa dia telah membuatku kecewa. Saat aku mendapati di handphone nya, seorang wanita mengirim sebuah pesan mesra “Iya sayang, aku tunggu.”. Ternyata selama ini aku telah tertipu oleh bualan manisnya. Sialan. Hatiku saat itu seperti di setrum oleh ribuan listrik bertegangan kuat. Sakit, kecewa. Hanya air mata yang dapat mewakilkan perasaanku. Petir yang seakan masuk ke dalam dada, membuatku semakin sesak. Saat itulah aku putuskan hubunganku dengan Riko. Sejak saat itu, kami tidak pernah berkabar lagi. Dia memang pernah mengukir kisah indah dihatiku, namun kini telah aku kubur dalam – dalam.
Masa lalu memang terkadang indah. Bukan untuk dilupakan, tapi cukup dikenang saja.
“Awaaasss!!” teriakan itu mengagetkanku.
“Bruggg..Awwww!!”
Syam mendorongku hingga tangan dan kakiku menggesek sebuah trotoar yang berkerikil.
“Ih kamu, sakit tau. Lihat tangan dan kakiku berdarah nih!!” kataku membentak Syam.
“Maafkan aku Syira, tadi kamu hampir tertabrak motor itu.” Kata Syam sambil menunjuk sebuah motor yang sedang ngebut itu, kemudian berlalu.
“Sialan itu orang, jadi gini nih jadinya.”
Dengan agak perih dan pincang, aku mencoba untuk berdiri dibantu oleh Syam. Dibawalah aku ke sebuah klinik dekat trotoar tadi tempatku terjatuh. Sambil berjalan pulang, Syam menuntunku.
“Kamu kok bisa sih sampai melamun gitu?”
“Hehe.. Nggak kok, nggak ada apa – apa Syam.” kataku menyeringis.
“Ah, kamu, paling bisa menutupi kesedihan.” ketus Syam. Seakan dia bisa membaca hatiku. Luar biasa.
Sore yang indah, di suguhi surya yang sebentar lagi akan mengubah awan menjadi kelam. Langit yang seakan siap menanti datangnya bintang. Semilir angin yang menyejukkan, telah bersahabat denganku saat ini.
Pikiranku melayang, seketika tertuju pada Syam. Dia sahabat laki – laki ku yang paling kalem dan dia sangat peduli pada orang lain. Disamping ketekunannya belajar, dia selalu membuat karya – karya seni yang membuatku kagum. Suatu hari, aku pernah dibuatkan sebuah kotak berisi tulisan – tulisan yang diantaranya “Tetaplah Tersenyum”. Aku tak tahu maksud dari tulisan dan hadiah kotak itu apa, yang jelas aku menerimanya dengan senang hati J.
Dalam hening, terdengar suara motor parkir tepat didepan rumahku. Dan ternyata, Riko. “Ada apa dia datang kemari?” batinku.
“Ada apa kamu kesini?” tanyaku cuek tanpa menyuruhnya untuk masuk.
“Aku hanya….”
“Ah, sudahlah, kalau kamu kesini hanya akan membawa luka untukku, lebih baik kau pergi sekarang juga!!”
“Tenang Syira, aku bisa jelaskan semua. Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita. Aku….masih mencintaimu, Syira” wajah Riko memelas dan seraya memegang erat kedua tanganku. Dengan kasar, aku lepaskan pegangannya.
“Sudahlah Riko, nggak ada yang perlu dijelaskan, semuanya sudah jelas. Aku tertipu oleh janji busukmu. Kata – kata palsu yang kau lontarkan membuatku semakin muak!! Untuk apa kau katakana cinta padaku, kalau nyatanya dibelakangku kau berbuat sesuatu yang tak pernah ku duga sebelumnya. Salah apa aku, Riko? Hingga kau tega membuatku kecewa.”
Hening.. Yang terdengar hanyalah isakan tangisku.
“Kau membuatku jatuh kedalam perasaan kecewa yang begitu dalam. Mungkin selama ini, bukan aku yang kau inginkan.”
“Tapi Syira, dia bukan siapa – siapa aku. Apa kamu tidak menyesal, dua tahun kita bina hubungan ini, susah payah kita perjuangkan, dan akhirnya kandas begitu saja. Apa kamu tidak pernah berpikir, mati – matian aku coba untuk memahami sikapmu yang selalu ingin menang sendiri, keras kepala, yang tak pernah berubah sedikti pun?” kata Riko dengan nada bicara yang agak tinggi.
“Oh, jadi kau menyesal telah berkorban selama ini untuk aku? Aku yang tulus mencintaimu Riko, kau tega berkata seperti ini. Kau tega sia – siakan aku. Ha? Kamu salah Riko, aku yang lebih menyesal, telah mencintai manusia busuk sepertimu! Wajahmu yang memelas ini, tidak membuatku luluh untuk kembali padamu!!”
Dengan cepat, aku berlari meninggalkan Riko yang masih berdiri mematung. Ku tutup pintu sekencang – kencangnya hingga bunyinya membuat langit menjadi semakin hitam. Gemuruh pun menggelegar. Langit menangis, seakan mengerti bahwa hatiku sedang berduka.
Di balik pintu ku lihat Riko masih berdiri di guyuri hujan yang begitu lebatnya. Perlahan dia pun membalikkan punggung, pergi, dan berlalu. Tangisku menjadi – jadi setelah peristiwa yang baru saja ku alami ini seperti mimpi. Dada ini begitu sesak, sakit keran perkataan Riko tadi. Ku rebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Perlahan, ku lirik foto – foto kenanganku bersamanya. Rasanya membuatku semakin ngilu. Ingin rasanya ku berteriak, melepas penat ini. Setidaknya bebanku terlepas dan ikut pergi bersama angina. Akhirnya ku coba untuk pejamkan mataku, mencoba menghapus bayangan Riko dan kenangan pahit yang ku alami bersamanya, hingga aku terlelap.
Keesokan harinya, saat aku sedang duduk di taman sekolah, ku lihat Niko dan Nada sedang kejar – kejaran karena permen Nada dirampas oleh Niko. Lucu sekali mereka, hahaha…
Di sudut lainnya, ku lihat Melodi, Balqis, dan Syam sedang sibuk melanjutkan praktikum bilogi yang tadi belum diselesaikan mengenai fotosintesis. Aku senang sekali memliki sahabat seperti mereka. Yang begitu peduli dengan keadaanku. Sederhana tapi mempu membuat kebahagiaan yang sangat luar biasa.
Keceriaan dan gurauan mereka membuatku merasa sangat terhibur. Terlebih pada Syam. Tiba – tiba Syam melirikku dan berlari kecil ke arahku, meninggalkan Melodi dan Balqis.
“Hei Syira, sedang apa kau disini?” tanya Syam sambil duduk di sampingku.
“Ah, nggak, lagi ngelihatin kalian aja dari tadi.”
“Syira, apa boleh aku mengatakan sesuatu padamu?”
“Hmmm… Kelihatannya serius, ada apa Syam?”
“Syira, sejak pertama aku melihatmu, ada hal aneh yang masuk ke dalam hatiku. Entah apa itu, aku sendiri belum bisa menerjemahkannya. Semakin lama aku akrab denganmu, aku…..”
“Aku apa Syam?” kataku penasaran.
“Aku merasa nyaman dneganmu Syira. Jujur, sejak lama aku menantimu menyambut cintaku ini. Walau terkadang kamu menyebalkan, aku tak peduli. Yang aku rasakan hanya…. Aku sayang padamu Syira.”
Aku hanya bengong, mulutku menganga. Aku tak menyangka Syam memiliki perasaan seperti itu padaku. Dengan terbata – bata, aku pun menjawab “Ta – ta – tapi Syam..”
Aku tak tahu apa yang harus aku ucapkan.
“Cintaku tulus padamu, Syira. Apapun jawabanmu, aku akan terima. Yang terpenting saat ini rahasia hatiku telah ku ungkap, hanya padamu.’
“Syam, kamu tak pernah mengerti tentang perasaan hatiku saat ini. Rasa kecewa yang menyelimuti seluruh hatiku, membuatku sulit untuk percaya lagi dengan kata “cinta”. Aku tak tau, apakah aku masih bisa jatuh cinta lagi atau tidak.”
“Kamu pasti bisa Syira. Aku akan menunggumu, sampai kapanpun itu. Mungkin saat ini, hatimu masih sulit untuk ku miliki. Tapi suatu saat nanti aku yakin, aku bisa memilikinya. Tak peduli aku harus menunggu berapa lama, aku mengerti Syira, kau perlu waktu untuk menata hatimu untukku suatu hari nanti. Aku benar – benar tulus Syira.”
Mata Syam mulai berkaca –kaca.
“Benar katamu. Aku harus menata hati sebaik mungkin untuk menerima cinta yang akan menghampiri. Semua itu butuh waktu. Tidak mudah untuk memperbaiki hati yang telah hancur berkeping – keeping menjadi utuh kembali. Mungkin seiring berjalannya waktu, keadaan hatiku akan membaik.:
“Aku akan berjuang demi mendapatkan hati itu Syira. Aku akan berjuang untukmu!” kata – kata Syam terdengar begitu tegas.