“Catatan Kecil Syira”
Terkadang cinta itu indah..
Hingga semua rasa tak pernah
terucap..
Terpendam diam dalam sukma..
Mengikuti setiap rasa yang
menghampiri..
Kadang cinta itu
sakit..
Jika seseorang
membuatnya terluka..
Menangis..
Bahkan membuatnya
begitu menyayat hati..
Ketika cinta
dipermainan begitu saja..
Hanya waktu yang tepatlah..
Agar dapat menata hati..
Menata hati yang telah hancur..
Agar dapat menyambut cinta yang
baru..
Yang siap membuat kebahagiaan
untuk cinta..
Memang tak mudah..
Untuk menata hati
kembali..
Tapi cinta, pasti akan
mampu melewatinya..
Demi mencari yang
abadi..
Bersamanya, hanya
dengannya..
MENATA
HATI
Karya : Desi Eka Martuti
Karya : Desi Eka Martuti
Cinta
memang terkadang indah, membuat orang merasa terbang melayang ke atas langit ke
tujuh. Tapi ketika cinta itu membuat kecewa. Jleebbb!!! Serasa terjun ke
tumpukan paku dan duri. Sakiiitt brooo !!
Mereka
menganggap cinta membawa bahagia, tapi tidak denganku. Setelah aku gagal
mencari arti dari “cinta”.
“Eh,
kamu kenapa diam saja? Jangan melamun, entar kesambet lho! “ suara Balqis membangunkan
lamunanku.
“Eh,
kamu… Udah datang? Mana Nada?”
“Itu,
dia lagi ke kantin, biasa, modus mau ketemu Niko..”
Tak
lama, suara bel pun berbunyi. Dengan malas, aku memasuki kelasku di XII Sains 1.
Hari ini entah mengapa, aku begitu malas mengikuti pelajaran Fisika.
“Suuttt..sutt,
kok si Syira mukanya kusut gitu sih?” tanya Melodi pada Syam.
“Nggak
tau tuh, dari pagi dia cemberut terus, kenapa ya?”
“Nanti
deh aku tanya waktu pulang sekolah.” Sambung Nada.
Siang
ini begitu panas. Terik matahari begitu menyengat. Aku pun berhenti di sebuah
kantin, karena kau merasa haus. Ku ketuk – ketukkan jemariku sembari menunggu
pesanan minum yang aku beli. Tiba – tiba ada yang menepuk pundakku.
“Hey,
kamu kenapa sih? Aku perhatiin dari tadi cemberut terus, manyun kaya bebek. Napa
sih?” tanya Syam penasaran.
“Ih,
jangan so’ perhatian deh, aku nggak apa – apa kok.” Jawabku cuek dengan mengambil
minuman dari Mang Beben, bapak kantin yang paling akrab denganku.
“Ini
Neng, minumnya.”
“Iya
Pak, thanks ya.”
Mang
Beben pun berlalu. Lalu Nada, Balqis, dan Melodi datang.
“Widiiihhh..
jajan nggak bagi – bagi nih!!” kata Melodi seraya menyerobot minumanku.
“Ciee..
Dari tadi kayaknya ada yang lagi cemberut nih, kenapa?” tanya Nada.
“Iya,
aku lagi sebel!!” kataku sambil manyun.
“Si
Riko semalem datang ke rumahku, dia bilang….. pingin balikan” sambungku.
“Apaaaa???!!!
Siapa itu Riko?” kata Syam sambil menggebrak meja.
“Kamu
nggak tau ya? Syira baru putus sama pacarnya. Namanya Riko. Mereka berbeda
sekolah.” Ketus Balqis.
“Iya
benar Syam. Sorry aku baru cerita,
aku kesal padanya. Sumpah!!” kataku kesal.
Setelah
berlama – lama dikantin, aku merasa terhibur dengan kehadiran mereka. Tapi berbeda
setelah kami pulang dan aku hanya seorang diri menyusuri jalan yang menurutku
begitu ramai ditemani dengan seplastik minuman yang tadi tak sempat ku minum.
“Seneng
deh lihat Nada sama Niko, beda kelas, suka berantem, tapi mereka selalu ceria,
bahagia. Nah aku? Ah…” batinku.
Seketika
bayangan Riko memenuhi otakku. Teringat saat kami pertama bertemu. Begitu indahnya
saat dia menjadi bagian hidupku yang tak pernah ku lupa. Selalu ada saat aku
bersedih, selalu menghibur saat aku berduka, membuat hidupku merasa sempurna.
Namun
itu dulu, saat kami masih bersama. Kini semua hilang. Melupakan cintanya selama
dua tahun memang bukan hal yang mudah. Terlebih saat aku merasa sendiri seperti
ini, bayangannya selalu saja menghantui. Semakin muak aku mengenangnya, ketika
mengingat bahwa dia telah membuatku kecewa. Saat aku mendapati di handphone nya, seorang wanita mengirim
sebuah pesan mesra “Iya sayang, aku tunggu.”. Ternyata selama ini aku telah
tertipu oleh bualan manisnya. Sialan. Hatiku saat itu seperti di setrum oleh
ribuan listrik bertegangan kuat. Sakit, kecewa. Hanya air mata yang dapat
mewakilkan perasaanku. Petir yang seakan masuk ke dalam dada, membuatku semakin
sesak. Saat itulah aku putuskan hubunganku dengan Riko. Sejak saat itu, kami
tidak pernah berkabar lagi. Dia memang pernah mengukir kisah indah dihatiku,
namun kini telah aku kubur dalam – dalam.
Masa
lalu memang terkadang indah. Bukan untuk dilupakan, tapi cukup dikenang saja.
“Awaaasss!!”
teriakan itu mengagetkanku.
“Bruggg..Awwww!!”
Syam
mendorongku hingga tangan dan kakiku menggesek sebuah trotoar yang berkerikil.
“Ih
kamu, sakit tau. Lihat tangan dan kakiku berdarah nih!!” kataku membentak Syam.
“Maafkan
aku Syira, tadi kamu hampir tertabrak motor itu.” Kata Syam sambil menunjuk sebuah
motor yang sedang ngebut itu,
kemudian berlalu.
“Sialan
itu orang, jadi gini nih jadinya.”
Dengan
agak perih dan pincang, aku mencoba untuk berdiri dibantu oleh Syam. Dibawalah aku
ke sebuah klinik dekat trotoar tadi tempatku terjatuh. Sambil berjalan pulang,
Syam menuntunku.
“Kamu
kok bisa sih sampai melamun gitu?”
“Hehe..
Nggak kok, nggak ada apa – apa Syam.” kataku menyeringis.
“Ah,
kamu, paling bisa menutupi kesedihan.” ketus Syam. Seakan dia bisa membaca
hatiku. Luar biasa.
Sore
yang indah, di suguhi surya yang sebentar lagi akan mengubah awan menjadi
kelam. Langit yang seakan siap menanti datangnya bintang. Semilir angin yang
menyejukkan, telah bersahabat denganku saat ini.
Pikiranku
melayang, seketika tertuju pada Syam. Dia sahabat laki – laki ku yang paling
kalem dan dia sangat peduli pada orang lain. Disamping ketekunannya belajar,
dia selalu membuat karya – karya seni yang membuatku kagum. Suatu hari, aku
pernah dibuatkan sebuah kotak berisi tulisan – tulisan yang diantaranya “Tetaplah
Tersenyum”. Aku tak tahu maksud dari tulisan dan hadiah kotak itu apa, yang
jelas aku menerimanya dengan senang hati J.
Dalam
hening, terdengar suara motor parkir tepat didepan rumahku. Dan ternyata, Riko.
“Ada apa dia datang kemari?” batinku.
“Ada
apa kamu kesini?” tanyaku cuek tanpa menyuruhnya untuk masuk.
“Aku
hanya….”
“Ah,
sudahlah, kalau kamu kesini hanya akan membawa luka untukku, lebih baik kau
pergi sekarang juga!!”
“Tenang
Syira, aku bisa jelaskan semua. Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita. Aku….masih
mencintaimu, Syira” wajah Riko memelas dan seraya memegang erat kedua tanganku.
Dengan kasar, aku lepaskan pegangannya.
“Sudahlah
Riko, nggak ada yang perlu dijelaskan, semuanya sudah jelas. Aku tertipu oleh
janji busukmu. Kata – kata palsu yang kau lontarkan membuatku semakin muak!!
Untuk apa kau katakana cinta padaku, kalau nyatanya dibelakangku kau berbuat
sesuatu yang tak pernah ku duga sebelumnya. Salah apa aku, Riko? Hingga kau
tega membuatku kecewa.”
Hening..
Yang terdengar hanyalah isakan tangisku.
“Kau
membuatku jatuh kedalam perasaan kecewa yang begitu dalam. Mungkin selama ini,
bukan aku yang kau inginkan.”
“Tapi
Syira, dia bukan siapa – siapa aku. Apa kamu tidak menyesal, dua tahun kita bina
hubungan ini, susah payah kita perjuangkan, dan akhirnya kandas begitu saja. Apa
kamu tidak pernah berpikir, mati – matian aku coba untuk memahami sikapmu yang
selalu ingin menang sendiri, keras kepala, yang tak pernah berubah sedikti pun?”
kata Riko dengan nada bicara yang agak tinggi.
“Oh,
jadi kau menyesal telah berkorban selama ini untuk aku? Aku yang tulus
mencintaimu Riko, kau tega berkata seperti ini. Kau tega sia – siakan aku. Ha? Kamu
salah Riko, aku yang lebih menyesal, telah mencintai manusia busuk sepertimu! Wajahmu
yang memelas ini, tidak membuatku luluh untuk kembali padamu!!”
Dengan
cepat, aku berlari meninggalkan Riko yang masih berdiri mematung. Ku tutup pintu
sekencang – kencangnya hingga bunyinya membuat langit menjadi semakin hitam. Gemuruh
pun menggelegar. Langit menangis, seakan mengerti bahwa hatiku sedang berduka.
Di
balik pintu ku lihat Riko masih berdiri di guyuri hujan yang begitu lebatnya. Perlahan
dia pun membalikkan punggung, pergi, dan berlalu. Tangisku menjadi – jadi setelah
peristiwa yang baru saja ku alami ini seperti mimpi. Dada ini begitu sesak,
sakit keran perkataan Riko tadi. Ku rebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Perlahan,
ku lirik foto – foto kenanganku bersamanya. Rasanya membuatku semakin ngilu. Ingin
rasanya ku berteriak, melepas penat ini. Setidaknya bebanku terlepas dan ikut
pergi bersama angina. Akhirnya ku coba untuk pejamkan mataku, mencoba menghapus
bayangan Riko dan kenangan pahit yang ku alami bersamanya, hingga aku terlelap.
Keesokan
harinya, saat aku sedang duduk di taman sekolah, ku lihat Niko dan Nada sedang
kejar – kejaran karena permen Nada dirampas oleh Niko. Lucu sekali mereka,
hahaha…
Di
sudut lainnya, ku lihat Melodi, Balqis, dan Syam sedang sibuk melanjutkan
praktikum bilogi yang tadi belum diselesaikan mengenai fotosintesis. Aku senang
sekali memliki sahabat seperti mereka. Yang begitu peduli dengan keadaanku. Sederhana
tapi mempu membuat kebahagiaan yang sangat luar biasa.
Keceriaan
dan gurauan mereka membuatku merasa sangat terhibur. Terlebih pada Syam. Tiba –
tiba Syam melirikku dan berlari kecil ke arahku, meninggalkan Melodi dan
Balqis.
“Hei
Syira, sedang apa kau disini?” tanya Syam sambil duduk di sampingku.
“Ah,
nggak, lagi ngelihatin kalian aja dari tadi.”
“Syira,
apa boleh aku mengatakan sesuatu padamu?”
“Hmmm…
Kelihatannya serius, ada apa Syam?”
“Syira,
sejak pertama aku melihatmu, ada hal aneh yang masuk ke dalam hatiku. Entah apa
itu, aku sendiri belum bisa menerjemahkannya. Semakin lama aku akrab denganmu,
aku…..”
“Aku
apa Syam?” kataku penasaran.
“Aku
merasa nyaman dneganmu Syira. Jujur, sejak lama aku menantimu menyambut cintaku
ini. Walau terkadang kamu menyebalkan, aku tak peduli. Yang aku rasakan hanya….
Aku sayang padamu Syira.”
Aku
hanya bengong, mulutku menganga. Aku tak menyangka Syam memiliki perasaan
seperti itu padaku. Dengan terbata – bata, aku pun menjawab “Ta – ta – tapi Syam..”
Aku
tak tahu apa yang harus aku ucapkan.
“Cintaku
tulus padamu, Syira. Apapun jawabanmu, aku akan terima. Yang terpenting saat
ini rahasia hatiku telah ku ungkap, hanya padamu.’
“Syam,
kamu tak pernah mengerti tentang perasaan hatiku saat ini. Rasa kecewa yang
menyelimuti seluruh hatiku, membuatku sulit untuk percaya lagi dengan kata “cinta”.
Aku tak tau, apakah aku masih bisa jatuh cinta lagi atau tidak.”
“Kamu
pasti bisa Syira. Aku akan menunggumu, sampai kapanpun itu. Mungkin saat ini,
hatimu masih sulit untuk ku miliki. Tapi suatu saat nanti aku yakin, aku bisa
memilikinya. Tak peduli aku harus menunggu berapa lama, aku mengerti Syira, kau
perlu waktu untuk menata hatimu untukku suatu hari nanti. Aku benar – benar tulus
Syira.”
Mata
Syam mulai berkaca –kaca.
“Benar
katamu. Aku harus menata hati sebaik mungkin untuk menerima cinta yang akan
menghampiri. Semua itu butuh waktu. Tidak mudah untuk memperbaiki hati yang
telah hancur berkeping – keeping menjadi utuh kembali. Mungkin seiring
berjalannya waktu, keadaan hatiku akan membaik.:
“Aku
akan berjuang demi mendapatkan hati itu Syira. Aku akan berjuang untukmu!” kata
– kata Syam terdengar begitu tegas.